Saturday, February 27, 2010

kami juga insan biasa...

Ramai yang menyangka,

berada di atas jalan yang penuh onak dan duri ini,

berada di atas jalan yang penuh halangan ini,

berada di atas jalan yang penuh rintangan ini,

membuatkan kita menjadi insan yang suci,

membuatkan kita jadi insan yang ma’sum…….



tidak,

tidak sama sekali,


kerna kami juga insan biasa,

seperti yang lain juga…..

kami bukanlah malaikat,

atau Nabi yang di ampunkan dosa,

kami hanyalah manusia biasa……………………


maka wajarlah kami berbuat dosa,

wajarlah kami berbuat salah,

wajarlah kami berbuat silap,Ramai yang menyangka,

berada di atas jalan yang penuh onak dan duri ini,

berada di atas jalan yang penuh halangan ini,

berada di atas jalan yang penuh rintangan ini,

membuatkan kita menjadi insan yang suci,

membuatkan kita jadi insan yang ma’sum…….


tidak,

tidak sama sekali,


kerna kami juga insan biasa,

seperti yang lain juga…..

kami bukanlah malaikat,

atau Nabi yang di ampunkan dosa,

kami hanyalah manusia biasa……………………


maka wajarlah kami berbuat dosa,

wajarlah kami berbuat salah,

wajarlah kami berbuat silap,

kerna kami juga MANUSIA…..

kerna kami juga MANUSIA…..


surat cinta seorang ikh..


ikum wahai engkau yang melumpuhkan hatiku
tak terasa dua tahun aku memendam rasa itu, rasa yang ingin segera kuselesaikan tanpa harus mengorbankan perasaan aku atau dirimu. seperti yang engkau tahu, aku selalu berusaha menjauh darimu, aku selalu berusaha tidak acuh padamu. saat di depanmu, aku ingin tetap berlaku dengan normal walau perlu usaha untuk mencapainya.
aku dan sahabat2..
takukah engkau wahai yang mampu melumpuhkan hatiku? entah mengapa aku dengan mudah berkata “cinta” kepada mereka yang tak kucintai namun kepadamu, lisan ini seolah terkunci. dan aku merasa beruntung untuk tidak pernah berkata bahwa aku mencintaimu, walau aku teramat sakit saat mengetahui bahwa aku bukanlah mereka yang engkau cintai walaupun itu hanya sebagian dari prasangkaku. jika boleh aku beralasan, mungkin aku cuma takut engkau akan menjadi “illah” bagiku, karena itu aku mencoba untuk mengurung rasa itu jauh ke dalam, mendorong lagi, dan lagi hingga yang terjadi adalah tolakan-tolakan dan lonjakan yang membuatku semakin tidak mengerti. 
sakit hatiku memang saat prasangkaku berbicara bahwa engkau mencintai dia dan tak ada aku dalam kamus cintamu, sakit memang, sakit terasa dan begitu amat perih. namun 1000 kali rasa itu lebih baik saat aku mengerti bahwa senyummu adalah sesuatu yang berarti bagiku. ketentramanmu adalah buah cinta yang amat teramat mendekap hatiku, dan aku mengerti bahwa aku harus mengalah.
wahai engkau yang melumpuhkan hatiku, andai aku boleh berdoa kepada tuhan, mungkin aku ingin meminta agar dia membalikkan sang waktu agar aku mampu mengedit saat-saat pertemuan itu hingga tak ada tatapan pertama itu yang membuat hati ini terus mengingatmu. jarang aku memandang wanita, namun satu pandangan saja mampu meluluhkan bahkan melumpuhkan hati ini. andai aku buta, tentu itu lebih baik daripada harus kembali lumpuh seperti ini.
banyak lembaran buku yang telah kutelusuri, banyak teman yang telah kumintai pendapat. sebahagian mendorongku untuk mengakhiri segala prasangku tentangmu tentang dia karena sebahagian prasangka adalah suatu kesalahan,mereka memintaku untuk membuka tabir lisan ini juga untuk menutup semua rasa prasangmu terhadapku. namun di titik yang lain ada dorongan yang begitu kuat untuk tetap menahan rasa yang terlalu awal yang telah tertancap dihati ini dan membukanya saat waktu yang indah yang telah ditentukan itu (andai itu bukan suatu mimpi).
wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin aku bukanlah pejantan tangguh yang siap untuk segera menikah denganmu. masih banyak sisi lain hidup ini yang harus ku kelola dan kutata kembali. juga kamu wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kamu yang dengan halus menolak diriku menurut prasangkaku dengan alasan belum saatnya memikirkan itu. sungguh aku tidak ingin menanggung beban ini yang akan berujung ke sebuah kefatalan kelak jika hati ini tak mampu kutata, juga aku tidak ingin berpacaran denganmu.
wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin saat ini hatiku milikmu, namun tak akan kuberikan setitik pun saat-saat ini karena aku telah bertekad dalam diriku bahwa saat-saat indahku hanya akan kuberikan kepada bidadari-ku nanti. wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tolong bantu aku untuk meraih bidadari-ku bila dia bukanlah dirimu.
wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tahukah kamu betapa saat-saat inilah yang paling kutakutkan dalam diriku, jika saja dia tidak menganugerahi aku dengan setitik rasa malu, tentu aku telah meminangmu bukan sebagai istriku namun sebagai kekasihku. andai rasa malu itu tidak pernah ada, tentu aku tidak berusaha menjauhimu. kadang aku bingung, apakah penjauhan ini merupakan jalan yang terbaik yang berarti harus mengorbankan ukhuwah diantara kita atau harus mengorbankan iman dan maluku hanya demi hal yang tampak sepele yang demikian itu.
aku yang tidak mengerti diriku…
ingin ku meminta kepadamu, sudikah engkau menungguku hingga aku siap dengan tegak meminangmu dan kau pun siap dengan pinanganku?! namun wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kadang aku berpikir semua pasti berlalu dan aku merasa saat-saat ini pun akan segera berlalu, tetapi ada ketakutan dalam diriku bila aku melupakanmu… aku takut tak akan pernah lagi menemukan dirimu dalam diri mereka-mereka yang lain.
wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, ijinkan aku menutup surat ini dan biarkan waktu berbicara tentang takdir antara kita. mungkin nanti saat dimana mungkin kau telah menimang cucu-mu dan aku juga demikian, mungkin kita akan saling tersenyum bersama mengingat kisah kita yang tragis ini. atau mungkin saat kita ditakdirkan untuk merajut jalan menuju keindahan sebahagian dari iman, kita akan tersenyum bersama betapa akhirnya kita berbuka setelah menahan perih rindu yang begitu mengguncang.
wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mintalah kepada tuhan-mu, tuhan-ku, dan tuhan semua manusia akhir yang terbaik terhadap kisah kita. memintalah kepada-nya agar iman yang tipis ini mampu bertahan, memintalah kepada-nya agar tetap menetapkan malu ini pada tempatnya.
-luahan seorang ikh-
(tidak aku tahu mengapa aku begitu berani mempos artikel ini,satu2nya alasan yg aku berikan ialah artikrl ini lbh dkt dgnku)

andai kita juga bisa seperti mereka...


nyelusiri kembali sirah para sahabat,membuatkan kita kagun kepada peribadi mereka.Boleh dikatakan,setiap kisah yang sampai kepada kita perihal para sahabat membuatkan kita berasa kagum kepada mereka…dalam pada kita mengagumi keperibadian mereka,kita justeru lebih mengagumi keperibadian murabbi mereka,Baginda Nabi.
Ada satu kisah,dimana Ali KarromalLahu wajhah,telah difitnah oleh seseorang dengan fitnah yang dasyhat.sehingga mana 2 manusia yang mendengar fitnah itu pasti akan marah.
saat di Padang.menuju ke pulau Pasumpahan
berita itu sampai ke telinga ‘Ali.beliau lalu pergi berjumpa dengan orang yang membuat fitnah terhadapnya.apa agaknya reaksi ‘Ali?marah?
tidak,tidak sama sekali.Bahkan ‘Ali membalas fitnah itu dengan satu kata2 yang lembut:
“seandainya apa yang kamu katakan itu benar,maka ampunilah aku.Jika seandainya apa yang kamu katakan itu tidak benar,semoga Allah mengampunimu”
saudaraku,
lihatlah kalimah agung ini.disaat difitnah beliau tidak langsung marah.apa yang membuatkan ‘Ali menjadi setabah ini?
kerna ‘Ali benar2 mengerti sabda Nabi yang bermaksud:
“bukanlah orang yang kuat itu orang yang pandai berlawan,tetapi orang yang kuat itu adalah orag yang mampu menahan marah ketika marah”
andai kita juga seperti mereka……
membalas cacian dengan kelembutan….
membalas kemarahan dengan senyuman….